Juara I

Silahkan dirubah

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.


Rabu, 07 Desember 2011

Termos

Oleh : M. Nuh 

Seorang anak memperhatikan ibunya yang sedang menuang air mendidih ke sebuah wadah. Terlihat kepulan asap yang mengiringi aliran air panas itu ke tempat yang ia belum paham.

"Apa itu, Bu?" tanyanya sesaat kemudian.
Sang ibu menoleh perlahan sambil tangannya memegang kuat ceret berisi air panas yang masih terus mengalir ke tempat baru itu.
"Oh, ini. Termos, Nak!" jawabnya singkat. Ia pun menuntaskan kegiatannya. Sebagian air panas dituang ke termos, dan sisanya masih berada di ceret.

"Kenapa dituang ke termos, Bu?" sang anak terus memperlihatkan rasa ingin tahunya. Ia tidak peduli kalau ibunya masih sibuk menutup dan memindahkan termos ke tempat semula. Setelah itu, sang ibu pun menoleh ke buah hatinya.

"Anakku. Termos itu tempat menyimpan air supaya tetap hangat," jawab sang ibu sambil senyum ke arah sang anak.

"Sore nanti, kamu akan lihat kegunaannya," tambah sang ibu sambil membelai rambut si anak yang masih balita itu. Si anak pun mulai penasaran.

Akhirnya, sore pun datang. Dan, bocah yang selalu ingin tahu itu pun mendapatkan pelajaran baru dari ibunya.
"Sini, Nak!" ucap sang ibu sambil menuangkan air dari termos ke gelas.

"Apa yang kamu lihat, sayang?" tanya sang ibu seraya menatap wajah buah hatinya penuh bijaksana.
"Airnya masih hangat, kan!" Sang anak pun mengangguk.

Pikirannya pun mengikuti gerak langkah ibunya yang kemudian menuangkan air dari ceret ke gelas yang lain.
"Dan ini, coba kamu perhatikan. Air di ceret sudah tidak hangat lagi. Padahal, sumbernya sama-sama dari air yang tadi ibu masak," tutur sang ibu kemudian.

"Aneh ya, Bu?" respon si anak kemudian.
"Anakku. Wadah termos terdiri dari kaca yang saling memantul. Dan dalam termos pun kedap udara. Itulah di antaranya, kenapa air dalam termos bisa tetap hangat!" jelas sang ibu seraya menatap buah hatinya yang mengangguk perlahan.

***
Dalam diri manusia ada jiwa yang sangat menentukan seperti apa keadaan perilaku mereka. Jiwa yang terhangatkan oleh cahaya keimanan akan membangkitkan kesegaran optimisme, kesabaran, dan keikhlasan. Seorang mukmin mesti pandai-pandai menjaga kelanggengan kehangatan itu dalam sebuah termos jiwa. Di situlah, kehangatan tersimpan baik dalam pantulan cermin hati yang bersih dan suasana yang kedap dari segala kotoran. Dan, kehangatan jiwa pun akan terus terjaga.

Jangan biasakan jiwa yang semula hangat hanya tersimpan begitu saja dalam ceret yang terbuka. Karena kehangatan itu akan segera menguap bersama hembusan angin lingkungan yang tidak tentu arah. Sayangnya, si empunya jiwa kerap tak sadar, kalau jiwa yang beberapa saat lalu masih hangat, ternyata sudah dingin. Bahkan mungkin sudah tercemar.


Sumber: www.eramuslim.com

Renungan Bagi Bangsa Indonesia

Sudah 66 tahun Indonesia merdeka. Sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945 bangsa Indonesia tampak telah berteguh hati untuk mengisi karunia ilahi tersebut dengan memakmurkan negeri, mencerdaskan bangsa dan mendamaikan dunia. Sebuah idealitas yang amat luhur. Hari setelah 66 tahun terlewati, memang banyak hal yang dicapai, tetapi tidak kalah banyak pula hal yang terlewati.
Realitas sejarah Indonesia kemarin hari hingga hari ini masih menunjukkan secara nyata betapa Indonesia masih (dan sedang) dihadapkan pada aral melintang yang bukan alang kepalang dalam mewujudkan idealitas luhur tersebut. Ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan datang dari segala penjuru dari dalam maupun luar negeri. Pemberontakan politis dari para separatis yang tidak betah tinggal di NKRI, perilaku korup dan kolusif, terjebak utang global dan seterusnya pembangunan tidak lagi murni demi idealitas luhur. Sebuah era tinggal kandas yang dulu digembar-gemborkan, malah akhirnya menjadi era ’’tinggal kandas’’ seiring dengan ambruknya tahta sang raja orde baru.
Dalam sejarah manusia, berbagai kehancuran peradaban di muka bumi sudah begitu banyak terjadi. Inti dari kehancuran peradaban atau bangsa, adalah kehancuran iman dan kehancuran akhlaq, maka secara otomatis pula akan terjadi pembangkangan terhadap aturan-aturan yang telah ada.
Sebagai misal, Kaum ‘Ad, telah dihancurkan karena berlaku takabur dan merasa paling berkuasa dan paling kuat. Mereka merasa tidak ada lagi yang dapat mengalahkan mereka, sehingga mereka berkata: “Siapa yang lebih hebat kekuatannya dari kami?” Begitu juga kehancuran yang menimpa Fir’aun, Namrudz, dan sebagainya. Kehancuran dan kejatuhan berbagai kaum, negeri, bangsa, dan peradaban, inilah yang sepatutnya direnungkan secara mendalam dan sungguh-sungguh oleh bangsa Indonesia, khususnya para ulama dan cendekiawan.
Apakah gejala-gejala kehancuran suatu negeri atau peradaban seperti yang disebutkan dalam al-Quran dan pernah terjadi dalam sejarah manusia sudah ditemukan dalam wilayah peradaban Indonesia? Kalau gejala-gejala itu sudah ada, bagaimana cara menghindarkannya?  Dalam melakukan upaya perubahan umat yang mendasar, Imam al-Ghazali lebih menfokuskan pada upaya mengatasi masalah kondisi umat yang layak menerima kekalahan. Di sinilah, al-Ghazali mencoba mencari faktor dasar kelemahan umat dan berusaha mengatasinya, ketimbang menuding-nuding musuh.
Menurut al-Ghazali, masalah yang paling besar adalah rusaknya pemikiran dan diri kaum tersebut yang berkaitan dengan aqidah dan kemasyarakatan. Al-Ghazali tidak menolak perubahan pada aspek politik dan militer, tetapi yang dia tekankan adalah perubahan yang lebih mendasar, yaitu perubahan pemikiran, akhlaq, dan perubahan diri manusia itu sendiri. Untuk itu, al-Ghazali melakukan perubahan dimulai dari dirinya sendiri dahulu, kemudian baru mengubah orang lain.
Melalui kitab-kitab yang ditulisnya setelah merenungkan kondisi umat secara mendalam, al-Ghazali sampai pada kesimpulan bahwa yang harus dibenahi pertama dari umat adalah masalah keilmuan dan keulamaan. Sebagai penutup penulis berharap semoga Tuhan senantiasa memberikan pertolongan atas cobaan yang telah diberikan pada bangsa tercinta ini.

Dahsyatnya Sedekah

Dimanakah letak kedahsyatan hamba-hamba
Allah yang bersedekah? Dikisahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad, sebagai berikut :

Tatkala Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah pun menciptkana gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka bertanya? "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?"

Allah menjawab, "Ada, yaitu besi" (Kita mafhum bahwa gunung batu pun bisa menjadi rata ketika dibor dan diluluhlantakkan oleh buldozer atau sejenisnya yang terbuat dari besi). Para malaikat pun kembali bertanya, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-
Mu yang lebih kuat dari pada besi?"

Allah yang Mahasuci menjawab, "Ada, yaitu api" (Besi, bahkan baja bisa
menjadi cair, lumer, dan mendidih setelah dibakar bara api).

Bertanya kembali para malaikat, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada api?"

Allah yang Mahaagung menjawab, "Ada,yaitu air" (Api membara sedahsyat apapun, niscaya akan padam jika disiram oleh air).

"Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari
air?" Kembali bertanya para malaikat.

Allah yang Mahatinggi dan Mahasempurna menjawab, "Ada, yaitu angin" (Air disamudera luas akan serta merta terangkat, bergulung-gulung, dan menjelma menjadi gelombang raksasa yang
dahsyat, tersimbah dan menghempas karang, atau mengombang-ambingkan kapal dan perahu yang tengah berlayar, tiada lain karena dahsyatnya kekuatan angin. Angin ternyata memiliki kekuatan yang teramat dahsyat).

Akhirnya para malaikat pun bertanya lagi, "Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?"

Allah yang Mahagagah dan Mahadahsyat kehebatan-Nya menjawab, "Ada, yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya." Artinya, orang yang paling hebat, paling kuat, dan paling dahsyat adalah orang yang bersedekah tetapi tetap mampu menguasai dirinya,
sehingga sedekah yang dilakukannya bersih, tulus, dan ikhlas tanpa ada unsur pamer ataupun keinginan untuk diketahui orang lain.

Inilah gambaran yang Allah berikan kepada kita bagaimana seorang hamba yang ternyata mempunyai kekuatan dahsyat adalah hamba yang bersedekah, tetapi tetap dalam kondisi ikhlas.
Karena naluri dasar kita sebenarnya selalu rindu akan pujian, penghormatan, penghargaan, ucapan terima kasih, dan
sebagainya. Kita pun selalu tergelitik untuk memamerkan segala apa yang ada pada diri kita ataupun segala apa yang
bisa kita lakukan. Apalagi kalau yang ada pada diri kita atau yang tengah kita lakukan itu berupa kebaikan.

Karenanya, tidak usah heran, seorang hamba yang bersedekah dengan ikhlas adalah orang-orang yang mempunyai kekuatan dahsyat. Sungguh ia tidak akan kalah oleh aneka macam selera rendah, yaitu rindu pujian dan penghargaan.

Apalagi kedahsyatan seorang hamba yang bersedekah dengan ikhlas? Pada suatu hari datang kepada seorang ulama dua orang akhwat yang mengaku baru kembali dari kampung halamannya di kawasan Jawa
Tengah. Keduanya kemudian bercerita mengenai sebuah kejadian luar biasa yang dialaminya ketika pulang kampung dengan naik bis antar kota beberapa hari sebelumnya. Di tengah perjalanan bis yang ditumpanginya terkena musibah, bertabrakan dengan dahsyatnya. Seluruh penumpang mengalami luka berat. Bahkan para penumpang yang duduk di kurs-kursi di dekatnya meninggal seketika dengan
bersimbah darah. Dari seluruh penumpang tersebut hanya dua orang yang selamat, bahkan tidak terluka sedikit pun. Mereka itu, ya kedua akhwat itulah.Keduanya mengisahkan kejadian tersebut dengan menangis tersedu-sedu penuh syukur.

Mengapa mereka ditakdirkan Allah selamat tidak kurang suatu apa? Menurut pengakuan keduanya, ada dua amalan yang dikerjakan keduanya ketika itu, yakni ketika hendak berangkat mereka sempat
bersedekah terlebih dahulu dan selama dalam perjalanan selalu melafazkan zikir. Sahabat, tidaklah kita ragukan lagi, bahwa inilah sebagian dari fadhilah (keutamaan) bersedekah. Allah pasti menurunkan balasannya disaat-saat sangat dibutuhkan dengan jalan yang tidak pernah disangka-sangka.

Allah Azza wa Jalla adalah Zat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada semua hamba-Nya. Bahkan kepada kita yang pada hampir setiap desah nafas selalu membangkang terhadap perintah-Nya pada hampir setiap gerak-gerik kita tercermin amalan yang dilarang-Nya, toh Dia tetap saja mengucurkan rahmat-Nya yang tiada terkira.

Segala amalan yang kita perbuat, amal baik ataupun amal buruk, semuanya akan terpulang kepada kita. Demikian juga jika kita berbicara soal harta yang kini ada dalam genggaman kita dan kerapkali membuat kita lalai dan alpa. Demi Allah, semua ini datangnya dari Allah yang Maha Pemberi Rizki dan Mahakaya. Dititipkan-Nya kepada kita tiada lain supaya kita bisa beramal dan bersedekah dengan sepenuh ke-ikhlas-an
semata-mata karena Allah. Kemudian pastilah kita akan mendapatkan balasan pahala dari pada-Nya, baik ketika di dunia ini maupun saat menghadap-Nya kelak.

Dari pengalaman kongkrit kedua akhwat ataupun kutipan hadits seperti
diuraikan di atas, dengan penuh kayakinan kita dapat menangkap bukti
yang dijanjikan Allah SWT dan Rasul-Nya, bahwa sekecil apapun harta yang disedekahkan dengan ikhlas, niscaya akan tampak betapa dahsyat balasan dari-Nya.

Inilah barangkali kenapa Rasulullah menyerukan kepada para sahabatnya yang tengah bersiap pergi menuju medan perang Tabuk, agar mengeluarkan infaq dan sedekah. Apalagi pada saat itu Allah menurunkan ayat tentang sedekah kepada Rasulullah SAW, "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah seupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir; seratus biji Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui," demikian firman-Nya (QS.Al-Baqarah [2] : 261).

Seruan Rasulullah itu disambut seketika oleh Abdurrahman bin Auf dengan menyerahkan empat ribu dirham seraya berkata, "Ya, Rasulullah. Harta milikku hanya delapan ribu dirham. Empat ribu dirham aku tahan untuk diri dan keluargaku, sedangkan empat ribu dirham lagi aku serahkan di jalan Allah."

"Allah memberkahi apa yang engkau tahan dan apa yang engkau berikan," jawab Rasulullah. Kemudian datang sahabat lainnya, Usman bin Affan. "Ya, Rasulullah. Saya akan melengkapi peralatan dan pakaian bagi mereka yang belum mempunyainya," ujarnya.

Adapun Ali bin Abi Thalib ketika itu hanya memiliki empat dirham. Ia pun
segera menyedekahkan satu dirham waktu malam, satu dirham saat siang hari, satu dirham secara terang-terangan, dan satu dirham lagi secara diam-diam.

Mengapa para sahabat begitu antusias dan spontan menyambut seruan Rasulullah tersebut? Ini tiada lain karena yakin akan balasan yang berlipat ganda sebagaimana telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Medan perang adalah medan pertaruhan antara hidup dan mati. Kendati begitu para sahabat tidak ada yang mendambakan mati syahid di medan perang, karena mereka yakin apapun yang terjadi pasti akan sangat menguntungkan mereka. Sekiranya gugur di tangan musuh, surga Jannatu na#8217;im telah siap menanti para hamba Allah yang selalu siap berjihad fii sabilillaah. Sedangkan andaikata selamat dapat kembali kepada keluarga pun, pastilah dengan membawa kemenangan bagi Islam, agama yang haq!

Lalu, apa kaitannya dengan memenuhi seruan untuk bersedekah? Sedekah adalah penolak bala, penyubur pahala dan pelipat ganda rizki; sebutir benih menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji. Artinya, Allah yang Mahakaya akan membalasnya hingga tujuh ratus kali lipat.
Masya Allah!

Selasa, 06 Desember 2011

Welcome To Madani Foundation Ciamis





Selamat Datang Di Website Yayasan Madani Kab. Ciamis, semoga website in menjadi sarana untuk memajukan Yayasan yang kita cintai ini. Silahkan kirimkan kritik dan sarannya untuk kemajuan website ini ke email : madanifoundation.cms@gmail.com atau melalui sms di 085295917963